JAKARTA – Diskriminasi terhadap pekerja dan buruh dalam menjalankan hak politiknya terus menjadi sorotan selama tahapan pemilu. Sejak dimulainya verifikasi, muncul berbagai kasus pekerja guru yang dilarang berperan sebagai pengurus atau bahkan sekadar menjadi anggota partai buruh oleh perusahaan atau instansi tempat mereka bekerja.
Pentingnya hak politik terlihat terabaikan di mana para bos dan manajemen di level atas dapat bebas berpartai, sementara pekerja dan buruh dilarang berpolitik. Ancaman pemecatan atau tidak diperpanjangnya kontrak menjadi hal umum bagi mereka yang berani terlibat dalam aktivitas politik.
Tidak hanya itu, beberapa perusahaan melarang karyawannya membuat postingan terkait partai politik di media sosial, bahkan mengawasi gerak-gerik mereka di luar perusahaan. Keadaan semakin memburuk saat tahapan pencalonan, dengan caleg partai buruh dipaksa cuti tanpa bayaran atau diminta mengundurkan diri setelah masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU.
Ironisnya, di Sulawesi Utara, sebuah BUMN sengaja menghambat kader buruh untuk ikut dalam pencalonan dengan tidak menerbitkan surat pemberhentian, meskipun kader tersebut sudah berulang kali mengajukan permohonan berhenti. Akibatnya, KPU Sulut mencoret Kader Partai Buruh dari DCT.
Semua ini bisa diatasi jika Bawaslu menjalankan fungsi pencegahan dengan mengingatkan instansi dan perusahaan akan hak politik pekerja. Namun, Bawaslu terkesan berdiam diri dan bahkan mendukung tindakan pencoretan kader partai buruh dari DCT DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Seharusnya, Bawaslu berperan sebagai pelindung hak politik warga negara.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 011-017 dari/TUU-1 2003, hak konstitusi warga negara Indonesia untuk berpolitik, khususnya hak untuk dipilih, adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan konvensi internasional. Pembatasan terhadap hak tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.
Partai Buruh mendesak Bawaslu untuk pertama, menerbitkan himbauan kepada instansi pemerintah dan perusahaan untuk tidak melakukan pelarangan, pengancaman, dan intimidasi terhadap pekerja yang ingin berpolitik. Kedua, Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Sulawesi Utara yang dicoret dari DCT dengan membatalkan putusan tersebut sesuai dengan ketentuan Perbawaslu No. 9 tahun 2022.
Sahid Salahuddin, Ketua Tim Khusus Partai Buruh Kampanye Nasional, menekankan perlunya Bawaslu memberikan jaminan kebebasan politik kepada pekerja dan buruh. Tindakan ini akan melindungi hak-hak konstitusional dan hak asasi manusia mereka dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi.