Migrant Care Dukung Pemerintah Ungkap Jaringan TPPO

Berita Potret – Pendiri organisasi buruh Migrant Care yang kini menjabat sebagai Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM , Anis Hidayah memberikan apresiasi positif atas terungkapnya kembali kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ia bahkan berharap pengungkapan kasus ini dapat mengarah pada sindikat dan otak pelaku utama. Sebab kejahatan yang mengancam keselamatan jiwa para buruh migran (tenaga kerja Indonesia) diluar negeri tidak hanya TPPO tapi juga persoalan penempatan para pekerja, eksploitasi, penjualan organ dan online scamer.

Terkait penjualan organ ginjal , menurut Anis sebenarnya modus yang cukup lama dibandingkan TPPO. Namun aksi TPPO dengan modus perekrutan tenaga kerja ini agak sulit terungkap terutama dari sisi penegakan hukum. DImana pada aspek pembuktian menurut Anis agak sulit sehingga masih minim untuk dilakukan upaya penegakan hukumnya.

” Mudah-mudahan kasus ini (pengungkapan TPPO) bisa berujung pada penegakan hukum yang komprehensif, yang bisa menjerat para pelaku tidak hanya pelaku dilapangan tapi juga pelaku yang teroganisir, termasuk otak dibalik jaringan ini siapa, keuntungannya dibawa kemana, siapa tahu ada keterlibatan oknum negara, sehingga bisa diungkap,” ujar Anis di Komnasham, Jakarta (Rabu,16/04/2025).

Lebih lanjut Anis mengatakan para pekerja migran sampai hari ini mempunyai kerentanan menjadi korban TPPO disemua modus, apakah penjualan organ tubuh, ekploitasi sexual ,online scamer atau bentuk-bentuk yang lain karena mobilitas pekerja migran dari suatu daerah kemudian pindah ke kota, lalu ke luar negeri memang memunculkan kejahatan terorganisir dengan target sasaran para pekerja migran. Sehingga semua berpulang pada bagaimana kerja pemerintah, tingkat pengetahuan dan kesadaran para pekerja migran untuk memverifikasi seluruh informasi yang mereka terima agar tidak terjebak dengan sindikat modus kejahatan yang ada . Lalu dari aspek perlindungan dan penegakan hukum (gakum), menurut Anis jika upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap para buruh migran yang dilakukan oleh pemerintah lemah maka potensi bagi para buruh migran Indonesia untuk menjadi korban TPPO akan terus berulang.

“Konstitusi kita memberi jaminan bagi setiap WNI untuk mendapat pekerjaan yang layak, maka menjadi pekerja (TKI) di luar negeri merupakan alternatif yang tidak bisa dihindari karena keterbatasan akses pekerjaan di dalam negeri. Sehingga bagaimana memastikan perlindungan para buruh migran Indonesia di luar negeri perlu dioptimalkan sebagai bagian dari kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya”, ujar Anis.

Anis juga menambahkan keterlibatan organisasi-organisasi buruh sebagai bagian dari masyarakat sipil selama ini turut ambil bagian dalam masalah buruh migran, yakni dengan ikut serta melakukan upaya pencegahan, pelatihan, diseminasi informasi disertai dengan pengawasan terhadap para buruh migran Indonesia.

Jumlah korban TPPO dan online scamer dalam tiga tahun terakhir mencapai 6.000-an pekerja, terutama dari kawasan Asia Tenggara, termasuk Kamboja, Thailand, Filiphina dan Laos. Di negara-negara lain angka korban cukup dinamis. Pihak Kementerian Luar Negeri, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kementerian Pemuda dan Perlindungan anak dibawah SIMPONI (sistem tata kelola informasi untuk perlindungan perempuan dan anak), sehingga tidak ada satu data rinci untuk korban kasus TPPO di Indonesia.

Untuk mencegah korban TPPO dan penjualan organ, pemerintah melarang pekerja migran Indonesia untuk bekerja di Kamboja, Thailand, dan Laos. Sejauh ini, para pekerja migran yang terjebak dinegara tersebut dan menjadi korban TPPO, penjualan organ, ,maupun Online Scamer pada umumnya diming-imingi dengan gaji yang sangat besar. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *