KARAWANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang kembali menegaskan komitmennya dalam menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Pada Rabu, 2 Juli 2025, Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Syaifullah, S.H., M.H., memimpin langsung proses mediasi restorative justice terhadap tersangka kasus penyalahgunaan narkotika berinisial BC.
Proses mediasi dilakukan di Aula Kejari Karawang dan dihadiri oleh berbagai pihak terkait, mulai dari keluarga tersangka, tokoh masyarakat, tokoh agama, penyidik dari Badan Narkotika Nasional (BNN), hingga penyidik kepolisian. Kegiatan ini turut didampingi oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Deby Febriantika Fauzi, S.H., serta jaksa fasilitator dari Kejari Karawang.
Tersangka BC diketahui merupakan pengguna narkotika yang dijerat dengan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dari hasil pemeriksaan dan asesmen, tersangka tergolong masyarakat tidak mampu, bukan pengedar, dan memenuhi syarat untuk mendapatkan penyelesaian perkara melalui pendekatan keadilan restoratif.
Restorative justice bukan berarti memanjakan pelaku kejahatan. Ini adalah bentuk penyelesaian perkara yang tetap berlandaskan hukum, namun berorientasi pada pemulihan, bukan sekadar pembalasan,” tegas Syaifullah saat membuka proses mediasi.
Kejaksaan Negeri Karawang melaksanakan kebijakan ini berpedoman pada sejumlah regulasi internal kejaksaan, di antaranya Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020, Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021, serta Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum No. 01/E/EJP/02/2022.
Menurut Syaifullah, penerapan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa lembaga penegak hukum tetap berpihak pada kemanusiaan, selama itu dilakukan dalam koridor hukum dan prosedur yang berlaku.
Dalam perkara seperti ini, yang kita utamakan adalah penyembuhan, bukan pemenjaraan. Jika tersangka memang murni pengguna, bukan pengedar, dan siap menjalani rehabilitasi, maka negara wajib hadir untuk memulihkan, bukan menghukum semata,” ujarnya.
Lebih lanjut, Syaifullah berharap pendekatan seperti ini bisa menjadi alternatif penyelesaian perkara yang lebih berkeadilan, khususnya terhadap kasus-kasus yang menyangkut kelompok rentan atau masyarakat yang kurang mampu.
“Kami ingin menunjukkan bahwa hukum juga bisa hadir secara adil dan manusiawi. Pendekatan ini pun mendapat dukungan dari tokoh masyarakat dan aparat penegak hukum lain, termasuk BNN dan kepolisian,” tambahnya.
Proses mediasi berjalan lancar dan seluruh pihak sepakat bahwa tersangka BC layak untuk tidak dilanjutkan ke tahap penuntutan, dengan syarat menjalani rehabilitasi sebagaimana prosedur yang telah ditetapkan.
Kejari Karawang memastikan bahwa setiap permohonan restorative justice akan dikaji secara mendalam dan objektif, dengan mempertimbangkan prinsip keadilan, perlindungan masyarakat, dan kepentingan korban maupun pelaku.